5 Jenis Satwa Endemik Kepulauan Togean Yang terancam Punah

Pada tanggal 19 Oktober 2004, Kepulauan Togean telah ditetapkan sebagai Taman nasional. Hal itu merujuk Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: SK.418/Menhut-II/2004, yang kemudian di addendum dalam SK. 869/Menhut-II/2014. Luasnya 365.241 hektar, terdiri daratan 25.122 hektar dan laut 340.119 hektar atau 93,12 persen. Karena lokasinya yang jauh dari mana mana, serta posisinya yang terlindungi di teluk Tomini, membuat daerah ini sangat terasa terpencil sekaligus indah dan bersih dari polusi. Kepulauan ini dikenal kaya akan terumbu karang dan berbagai biota laut yang langka dan dilindungi. tapi pada kesempatan ini penulis mau membahas 5 jenis satwa endemik yang ada dikepulauan togean yang akhir-akhir ini terancam punah.

1. Macaque (Macaca togeanus)

Macaca adalah genus primata bukan manusia yang paling tersebar luas secara ekologi dan beragam secara ekologis. Delapan spesies dalam genus Macaca hidup endemik di Pulau Sulawesi; salah satunya, Macaca togeanus, hanya ditemukan di Pulau Malenge, kepulauan togean.

Macaca togeanus hidup di hutan tetapi mencari makan di daerah pertanian di sekitarnya. Hutan Pulau Malenge adalah bagian dari Taman Nasional Kepulauan Togean. Karena tidak ada penjaga hutan yang berpatroli di Taman Nasional dan tidak ada hukum yang ditegakkan, perambahan dan pembalakan liar telah terlihat di seluruh hutan dikepulauan togean, terutama oknum-oknum tidak bertanggungjawab mengambil kayu besi yang ada dipulau malenge dan pulau angkaiyo; situasi ini mengarah pada hilangnya dan degradasi habitat yang cepat. Namun sekitar tahun 2018 lalu pemda tojo una-una sudah memberikan perhatian dengan mencanangkan program-program yang dalam meningkatka pengawasan hutan dan laut melalui pembangunan pos-pos. Meskipun masih banyak masyarakat yang menantang pembangunan pos-pos pengawas di laut dan hutan karena khawatir akan melarang aktifitas para nelayan dan petani.

Monyet Togean dapat dikenali dari suaranya pada saat menjelajah, individu jantan seringkali mengeluarkan suara lemah dan bergetar (pi…pi…pi…) dan terulang-ulang, bila merasa terancam suara yang dikeluarkan akan lebih keras.

Sebagai akibat dari berkurangnya pasokan makanan di hutan, kera mencari makan lebih sering ke perkebunan kelapa masyarakat malenge dan perkebunan tanaman komersial lainnya. Masyarakat Menganggap mereka sebagai hama, para petani membunuh kera kapan saja dan di mana saja mereka melihat. Karena Malenge luas pulaunya kecil, hilangnya habitat dan degradasi serta pembunuhan akan membuat kera khas togean ini atau fonti biasa disebut masyarakat togean segera punah, kecuali tindakan pencegahan dilakukan secara efektif pada waktunya.

Kini monyet togean (macaca togeanus) yang endemik di dunia tersebut dapat dihitung jari keberadaan dihabitat aslinya pulau Malengge, program-program konservasi yang telah dilakukan oleh pihak Taman Nasional Kepulauan Togean misalnya pengawasan dan perlindungan populasi satwa, inventarisasi pakan monyet togean, dan sosialisasi kemasyarakat disekitar habitat aslinya tersebut telah dilakukan. Lagi lagi hal ini tidak akan berpengaruh secara signifikan ketika kesadaran masyarakat itu sendiri yang harus ditingkatkan.

2. Tarsius (Tarsius togeanus)

Tarsius adalah primata tetapi lebih menyerupai katak pohon daripada monyet. Yang paling mencolok adalah mata mereka yang besar dan telinga yang besar, yang cenderung memberi mereka penampilan yang tidak biasa tetapi pada kenyataannya adaptasi yang sangat baik untuk gaya hidup malam mereka; mereka dapat memutar kepala mereka 180 derajat, seperti burung hantu, mengkompensasi kisaran gerak terbatas dari bola mata besar mereka di bagian kepala.

Tarsius memiliki jari-jari kurus yang panjang dan memakan serangga atau hewan kecil lainnya. satu-satunya primata karnivora, tidak memakan tanaman apapun. Dengan berat ± 150 gram  dan ukuran panjang kepala-dan-tubuh sekitar 12cm, mereka adalah primata terkecil di Asia. Hewan Pelompat yang luar biasa, tarsius mampu melompat secara horizontal lebih dari 40 kali panjang tubuhnya sendiri, lebih dari 5 meter.

Sembilan dari 12 spesies di dunia hidup di Pulau Sulawesi; salah satunya ada di Togeans. Semua spesies terancam karena hilangnya habitat akibat deforestasi yang cepat

3. Babirusa (Babyrousa togeanensis)

Babirusa (deerpig, Babyrousa spp.) – suid seperti rusa yang jantannya menampilkan gading melengkung besar yang tumbuh melalui atap mulutnya dan meringkuk di balik matanya – berisi tiga spesies yang hanya ditemukan di Sulawesi. Babyrousa togeanensis, salah satu spesies, hidup di Togeans, termasuk Malenge dan .

Meskipun mereka lebih aktif di malam hari, saya menjumpai beberapa babirusa — termasuk betina dengan beberapa anak babi — di hutan pada siang hari, tetapi hanya empat kali selama dua tahun. Dua dari mereka dibunuh oleh anjing peliharaan di kebun tetangga saya dan hutan di belakang rumah kami. Namun, dalam enam bulan terakhir, saya belum pernah melihat babirusa, indikasi berkurangnya jumlah populasinya.

4. Kuskus (Phalanger)

Cuscus adalah hewan berkantung, seperti kanguru atau koala di Australia. Ia memiliki kantong kulit untuk menggendong bayi prematurnya. Sulawesi adalah perbatasan barat dari distribusi hewan jenis Australia ini.

Lebih dari dua tahun, saya hanya melihat tiga cuscus dewasa dalam berbagai perjalanan di hutan; salah satunya dengan bayi di punggungnya. Karena tidak ada orang lain yang melihat mereka pada periode yang sama, saya berasumsi populasi kuskus di Malenge sangat rendah. Survei segera diperlukan untuk strategi menyelamatkan mereka.

5. Burung Rangkong

Indonesia memiliki lebih dari 1700 spesies burung (sekitar 17% dari jumlah Dunia) dan sekitar 480 di antaranya ditemukan di Pulau Sulawesi (189.000 km2); pulau asal saya Malenge memiliki sekitar 90 spesies (hampir 20% dari Sulawesi). Mengingat luasnya hanya sekitar 15 km2 (

Salah satu burung mengesankan adalah rangkong. Dibandingkan dengan empat spesies target lainnya, peluangnya untuk bertahan hidup jauh lebih besar. Waktu saya masih Anak-anak SD setiap hari saya melihat burung ini berkeliaran diatas pohon terutama saat pohon duruan dan pohon beringin lagi berbunga atau berbuah. saya selalu melihat mereka setiap kali saya menjelajahi hutan bersama kawan selas untuk mengcari burung-burung kecil untuk diburuh menggunakan ketapel. He he jangan dicontoh yaa .

Rangkong terong (Aceros cassidix) adalah burung endemik Sulawesi. Kenop burung jantan berwarna merah dan lebih besar dari kenop kuning betina. Tidak hanya burung terbesar ​​lebih besar dari ayam jantan. di hutan, rangkong juga paling mereka terbang atau berkelompok hingga 15 ekor atau bahkan lebih terbang bersama, konser dari suara serak burung rangkong memecah ketenangan hutan yang sayap. Kepakan sayap mereka menciptakan suara seperti badai yang menghantam dedaunan yang dihinggapi kelompok rangkong itu.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top