Politik Dinasti Cerminan Nalar Politik Rente

Pemilu 2024, Dinasti Politik Rentenis

Terjaringnya berbagai pejabat pemerintahan baik di tingkat pusat dan daerah dalam operasi tangkap tangan (OTT) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi dinilai sebagai praktik nalar politik rente. politik bernalar rente merupakan politik yang dibangun atas watak egoistik. Artinya, politisi lebih mengutamakan kepentingan pribadi atau kelompok dibandingkan kepentingan umum.

Padahal, seharusnya cara berpolitik menggunakan watak altruistik, mengutamakan kepentingan umum di atas kepentingan pribadi atau kelompok. Politik itu adalah ruang altruisme, negeri kita kehilangan visi sejak awal, orang jadi PNS bukan jadi ingin pelayan publik, tapi ingin banyak sabetan, orang jadi politisi bukan karena ingin membela kepentingan publik, tapi berburu rente.

Peringkat Indonesia di Bawah Timor Leste, nalar egoistik merupakan nalar ekonomi yang ditujukan untuk memperoleh keuntungan sebanyak-banyaknya. Namun demikian, nalar ini digunakan oleh sebagian politisi demi mengejar keuntungan yang sebesar-besarnya. “Ada masalah dengan niat dan visi. Karena politik kita diwarnai politik rente,”. Harapan saya agar politik yang dijalankan oleh para elit politisi merupakan ruang pertarungan altruistik.

Politisi sejatinya harus berlomba-lomba dalam kebaikan dan tak membuat kesepakatan dalam tindak kejahatan. Di sisi lain, dalam menyoroti keberadaan mahar politik dalam pencalonan kandidat yang dimanfaatkan partai politik untuk memperoleh keuntungan tertentu.

Belakangan ini, jelang pemilu semua upaya dilakukan, ketika maju harus bayar mahar berapa, bohong kalau mereka enggak bayar. Kekhawatiran akan politik rente juga bermuara pada politik dinasi di berbagai daerah. Lahirnya politik dinasti disebabkan oleh kompetisi politik yang tidak sehat, termasuk Majunya Anak Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka Sebagai Calon Wakil Presiden Mendampingi Prabowo Subianto di Pemilu 2024 Mendatang.

Hanya orang-orang yang memiliki modal untuk masuk ke dunia politik. Pasar politik kita yang oligopoli. Oligopoli ada barrier uang, Anda enggak bisa masuk sembarangan masuk pertarungan politik. Kompetisinya bukan kompetisi ide, bukan kompetisi gagasan. Hal itu membuat calon politisi yang cerdas sekaligus berintegritas terkadang sulit mengakses panggung politik untuk memperjuangkan gagasannya. Pasar politik kita tidak memberikan ruang bagi mereka yang berkualitas tinggi.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top